Wednesday, May 5, 2010

HACHIKO

Film "Hachiko: A Dog’s Story" bercerita tentang seekor anjing yang sangat setia pada tuannya, melebihi batas kesetiaan anjing pada rata-rata.
Cerita ini bermula ketika Profesor Parker Wilson (Richard Gere) menemukan seekor anjing kecil di Stasiun Kereta Api Bedridge, Wonsocked, Amerika Serikat, tempat ia biasa pergi bekerja dan pulang dari kerja. Anjing berjenis akita itu kemudian diajaknya pulang ke rumah dan diberi nama Hachiko.

Parker dan istrinya Cate (Joan Allen) merawat anjing itu hingga Hachiko bertumbuh besar dan tiada tiada hari yang dilewatkan Parker tanpa bermain dengan Hachiko.
Suatu hari, ketika Hachiko sudah beranjak dewasa, tanpa disangka ia mengikuti Parker ke stasiun saat Parker berangkat kerja. Parker terpaksa keluar dari kereta untuk memulangkan Hachico ke rumah.

Namun, ternyata Hachico menjemputnya di stasiun pada pukul 17.00. Sejak saat itu Parker membiarkan Hachico mengantar-jemputnya di stasiun.
Para pemilik kios, pedagang, dan pejalan kaki, serta "commuter" (orang yang bekerja secara "nglaju") tercengang-cengang dengan kelakuan Hachiko yang tidak seperti anjing pada umumnya.

Semua orang orang di sekitar Stasiun Bedridge menyayangi Hachiko dan selalu menyapa anjing itu layaknya sebagai manusia.
Sampai pada satu hari, Hachiko tak menemukan kedatangan tuannya di stasiun pada pukul 17.00.

Parker Wilson ternyata meninggal karena serangan jantung ketika ia tengah mengajar, sementara Hachiko sepertinya tak pernah mengerti perihal meninggalnya Parker. Mereka telah membentuk sebuah ikatan tak terpisahkan.
Setelah kematian Parker, Cate menjual rumahnya dan meninggalkan Bedridge. Sementara Hachiko dipelihara oleh anak perempuan Parker, Andy Wilson (Sarah Roemer).
Berulang kali Hachiko kabur dari rumah Andy untuk pergi ke stasiun, berharap ia akan menemukan tuannya kembali.

Andy selalu menjemput Hachiko di stasiun hingga pada akhirnya Andy merelakan Hachiko pergi. Hachiko tinggal di stasiun dan pada pukul 17.00, ia akan duduk di bundaran di depan stasiun, menanti kedatangan tuannya.

Keunikan tingkah laku Hachiko itu menarik perhatian orang-orang di sekitar situ, bahkan tulisan mengenainya dimuat di koran-koran sehingga kisah anjing ini menjadi legenda. Sehingga orang-orang memberi makan Hachiko secara bergantian.
Kesetiaan Hachiko bertahan hingga tahun kesepuluh meninggalnya Parker. Sampai akhirnya pada musim dingin tahun ke sepuluh, Hachiko meninggal di bundaran stasiun pada tengah malam.

Pembuatan film ini diinspirasi dari kisah nyata seekor anjing bernama Hachiko yang hidup dalam rentang waktup tahun 1923-1935 di Jepang.
Kisah yang disajikan dalam Hachiko: A Dog’s Story persis sama dengan kisah aslinya. Di Jepang, sebuah monumen berupa patung untuk mengenang kesetiaan Hachiko didirikan di depan Stasiun Shibuya.

Seperti film tentang kesetiaan anjing lainnya, sebut saja "Lassie" (2005) dan "Marley and Me" (2009), film ini menyentuh sisi halus perasaan manusia. Bahkan bukan penggemar anjing pun yang menonton film ini bisa meneteskan air mata.
Kekurangan dalam film bergenre drama keluarga ini adalah banyaknya "scene" yang diulang dan adegan yang hampir mirip satu sama lain.

Singkatnya jalan cerita namun berdurasi 90 menit membuat film ini cenderung membosankan pada pertengahan cerita. Namun, emosi sedih penonton mulai meningkat ketika mendekati akhir cerita. Sutradara Lasse Hallstrom mengemas cerita ini dengan apik, dan alur yang cukup lambat.

Kerja keras tim pelatih anjing pemeran Hachiko tergolong sukses sebab anjing tersebut seolah bisa menunjukkan emosi dan ekspresinya yang memesona penonton.

Film Hachi - A Dog’s Tale adalah sebuah film drama Amerika 2009 yang disadur ulang dari film Jepang produksi 1987, Hachiko Monogatari yang dibintangi oleh Nakadai dan film tersebut pernah menggemparkan Jepang, dan mencetak rekor penjualan tiket sebesar 4 milyar Yen.

Hachiko, anjing ras Akita, oleh tuannya Ueno Hidesa-buro dibawa pindah ke Tokyo. Ueno adalah profesor jurusan ilmu pertanian di Universitas Tokyo. Setiap pagi Hachiko selalu berada di depan pintu rumah mengantar keberangkatan Ueno ke kantor, dan senja harinya ia berlari ke Stasiun KA Shibuya menyambut kedatangan tuannya dari kantor.

Kebahagiaan dan kebersamaan mereka terus berlangsung hingga 1925. Pada suatu malam, Ueno tahu-tahu tidak pulang seperti biasanya, ia mendadak terserang stroke di universitas dan tidak tertolong lagi. Sejak itu ia tak pernah kembali ke stasiun kereta api di mana temannya si Hachiko tetap setia menunggu.

Sepeninggal Ueno Hidesaburo, Hachiko dipelihara oleh Kobayashi Kikusaburo, namun Hachiko seringkali melarikan diri dari rumah Kobayashi dan secara rutin kembali ke tempat tinggalnya yang lama. Hachiko tidak mengetahui kalau tuannya telah meninggal.
Setelah berkali-kali kecewa, ia mulai menyadari tuannya sudah tak tinggal di rumah lama itu lagi. Maka ia berlari ke Stasiun Shibuya, karena teringat dahulu selalu menjemput tuannya pulang dari kantor di tempat itu. Setiap hari, ia berdiam menanti kedatangan Ueno Hidesaburo, akan tetapi setiap hari ia selalu pulang dengan kecewa, tak menemukan tuannya diantara kerumunan penumpang.

Hal itu berlangsung selama 10 tahun. Hachiko selalu muncul tepat waktu di stasiun setiap senja dan menanti KA merapat di peron. Suatu ketika, seorang murid Ueno Hidesaburo menemukan Hachiko di stasiun itu dan mengikutinya kembali ke rumah Kobayashi.

Dari cerita Kobayashi ia mengetahui kisah Hachiko. Tak lama kemudian, murid itu mempublikasikan artikel tentang anjing ras dari Kabupaten Akita dan di dalam laporan itu tercakup kisah tentang Hachiko.

Pada 1932, artikel tersebut dimuat di sebuah surat kabar terbesar di Tokyo, maka
seketika Hachiko mencuri perhatian seluruh masyarakat Jepang. Kesetiaan terhadap tuannya telah mengharukan rakyat Jepang. Para guru dan wali murid menjadikan Hachiko sebagai contoh kesetiaan terhadap keluarga dalam mendidik anak, ia telah mengajarkan kepada masyarakat mengenai cinta dan kesetiaan tulus yang pantang menyerah. Mereka menyebutnya “Anjing setia”.

Pada April 1934, warga setempat mendirikan patung tembaga Hachiko di depan Stasiun Shibuya. Hachiko sendiri juga menghadiri acara pembukaan patung tersebut. Di kemudian hari, pintu masuk stasiun yang ada di dekat patung tembaga tersebut dinamakan “Pintu masuk Hachiko”.

Dalam film produksi AS yang berjudul Hachi - A Dog’s Tale itu, latar belakang dan tahun kejadiannya disesuaikan dengan zaman sekarang serta mengambil lokasi di AS. Film ini disutradarai Lasse Hallström (peraih penghargaan emas untuk filmnya Passion Venesia), ditulis oleh Stephen P. Lindsey dan dibintangi aktor kondang Richard Gere yang memerankan sang profesor.

Rasanya sulit sekali untuk tidak menitikkan air mata ketika menonton film ini. Penantian selama 10 tahun, bagi seekor anjing, adalah penantian seumur hidupnya. Kesetiaan dan penantian terhadap tuannya begitu tulus dan sederhana. Andaikata si anjing-setia itu berharap memperoleh suatu imbalan, maka hanyalah berupa perjumpaan kembali dengan tuannya.

Persis seperti pada ending cerita, di mana salju turun di malam hari, sang anjing-setia yang sudah menua sedang berbaring di tempat tak jauh dari pintu masuk stasiun. Ia perlahan-lahan menutup kedua matanya. Dalam penantian sebelum ajal, sang tuan mendadak muncul dari pintu masuk stasiun, lalu ia berlari menubruk tuannya.

Perjumpaan adalah takdir pertemuan, tidak hanya antara manusia, namun juga antara manusia dengan anjing. Setelah si profesor di stasiun memungut kembali si anjing setia Hachiko yang tercampakkan; kesetiaan, kasih dan kerinduan adalah segalanya bagi anjing-setia Hachiko. Kesetiaan tulus dan kasih yang teguh semacam ini mirip dengan tindakan balas budi.

Setiap tahun tanggal 8 April di Stasiun Kereta Api Shibuya, ratusan pecinta anjing memberikan hormat kepada seekor anjing yang bernama “Hachiko” atas kesetiaan dan cintanya pada Tuannya sampai akhir hayatnya. Hachiko merupakan kesayangan Dr. Eisaburo Ueno, seseorang profesor di Universitas Tokyo.

Hachiko lahir di Odate, Jepang bulan November 1923, seekor anjing putih. Sewaktu berumur 2 bulan, ia dibawa ke rumah profesor Ueno di Shibuya. Sudah merupakan kebiasaan Hachiko untuk menunggu Tuannya di stasiun kereta api dan menemani sang Tuan sampai ke rumah.

Tetapi sebuah Tragedi terjadi pada 21 Mei 1925, ketika Dr. Ueno mendadak kena stroke dan meninggal di tempat, universitas ia mengajar. Waktu itu, Hachiko berumur 18 bulan. Hari-hari seterusnya dan seterusnya sampai 9 tahun kemudian, Hachiko tetap dengan setia kembali ke stasiun dan menunggu tuannya terkasih di stasiun itu. Tidak ada apapun dan siapapun yang dapat menghalangi niat Hachiko untuk tetap kembali menunggu tuannya. Penantiannya hingga sampai akhir hayatnya, di bulan Maret 1934. Itulah pertama kali dan seterusnya Hachiko tidak tampak lagi di stasiun Shibuya.

Hachiko walaupun telah diasuh oleh saudara/teman dari Tuannya, tetapi ia tetap menunggu kepulangan Tuannya, yang tidak pernah kembali, di stasiun Shibuya. Isu ini menghebohkan kalangan masyarakat di Jepang, sehingga muncul di koran, majalah dan berita pada waktu itu. Setelah kematiannya, dan untuk mengenang atas kesetiaannya, masyarakat dan pemerintah jepang membuat sebuah patung Hachiko ditempatkan di bagian luar tunggu Stasiun Kereta Api Shibuya.

Patung hachikonya sendiri terletak di deket pintu keluar shibuya station, dimana tempatnya selalu penuh dengan anak muda yg lagi nunggu temennya. daerah ini juga sering muncul di tv, karena perempatan yang ada di samping patung hachiko adalah perempatan terpadat di shibuya.

Pada tahun 1928, terjadi perombakan besar di stasiun shibuya, tapi hachiko tetep setia menunggu majikannya. sampe akhirnya pada tahun yang sama, salah seorang murid prof. ueno yang sedang meneliti anjing ras akita tertarik dengan kesetiaan hachiko. dia memutuskan untuk menulis sebuah artikel yang akhirnya membuat hachiko menjadi terkenal di jepang. berita tentang hachiko menyebar luas sampai akhirnya berita dgn judul “anjing tua yang tetap setia menunggu majikannya yg telah meninggal 7 thn” di muat di koran asahi pd thn 1933. patung hachiko akhirnya didirikan pada tahun 1934 (tetapi sempat hancur akibat pada II, yang di rombak ulang pd tahun 1948).

Hachiko akhirnya bisa bertemu dengan majikannya pada tanggal 8 maret 1935, hachiko meninggal persis di tempat terakhir dia melihat majikannya pergi. selain sebagai meeting point, patung hachiko terkenal sebagai lambang kesetiaan di kota tokyo.

" Saya merasa sedih ketika menonton film harchiko, barangkali bukan sepenuhnya disebabkan oleh kisah Hachiko itu sendiri, tetapi lebih karena di dalam umat manusia dan masyarakat realita zaman sekarang, hilangnya kesetiaan dan kasih – kefanaan dan ketakberdayaan – tuntutan pendambaan nurani manusia terhadap kesetiaan, kasih, kepercayaan, kepedulian dan perlindungan, telah membuat saya terharu dan tercenung. masa kesetiaan seorang manusia dikalahkan oleh seorang anjing, kita harus lebih merenungkan hal itu. cerita harchiko selalu mengingatkan saya tentang arti sebuah kesetiaan".
www.google.com

MELANGKAH DENGAN PASTI

Ketika kita menjalani kehidupan ini, umumnya orang selalu dihanti oleh perasaan was-was, takut, cemas, curiga, gelish dan lain-lain. Hal ini memang sangat manusiawi, karena dalam menjalani kehidupan ini kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok atau kelak. Namun persoalannya adalah jangan sampai ketakutan, kecemasan, rasa curiga itu menguasai dan mengendalikan hidup kita, sehingga kita tidak dapat berbuat apa-apa hanya karena takut, cemas, curiga. Ketakutan yang berkepanjangan tidak membawa hal yang positif atau sesuatu yang baik bagi kita. Beberapa hal agar membuat kita tidak dikuasai dan dikendalikan oleh segala ketakutan apapun, tetapi membuat kita pada akhirnya melangkah dengan penuh kepastian dalam menjalankan hidup.
Kita harus tetap percaya bahwa Tuhan kita selalu menolong disetiap langkah kita.hari demi hari boleh berubah tetapi kasih setia, kuasa dan pertolonganNya tidak akan pernah berubah dulu, sekarang, dan selamanya. Kita boleh saja mendengar pendapat ini dan itu, tetapi kita harus tetap percaya bahwa Ia sanggup menolong hidup setiap kita. Kita juga harus tetap konsisten untuk taat akan perintah-perintahnya. Yang membuat kita gagal sebetunya bukan karena kehidupan yang kita jalankan yang setiap hari selalu baru tetapi karena kita sudah mulai lalai dalm menaati perintah-perintahNya. Artinya, persoalan, kegagalan, dan kesuksesan yang kita alami bukan terjadi karena perubahan hidup hari demi hari, tetapi karena kita tidak lagi konsisten. Jika kita terus konsisten maka apa yang kita inginkan dalam kehidupan kita pasti akan tercapai.
Dalam setiap langkah yang kita lakukan harusah mengandalkanNya. Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan. Selama kita tetap mengandalkanNya, maka selama itu juga kita pasti diberkati. Bahkan selama kita mengandalkanNya bukan mengandalkan manusia, maka tidak ada alas an apapun untuk kita takut, cemas ataupun curiga. Tetapi takutlah jika kita idak mengandalkanNya, karena pasti kita akan mengalami suatu kegagalan walaupun itu tidak secara cepat. Tetapi janjiNya akan digenapi. Kesuksesan kita nanti ditentukan dari langkah kita hari ini.

PANGGILAN ATAU PILIHAN ?

Segala keputusan dan tindakan kita akan selalu berdampak dalm hidup kita. Demikian pula dengan panggilan yang diberikan oleh Tuhan dan pilihan kita. Pada waktu kita membuat keputusan menuruti panggilan Tuhan itu, entah apapun bentuk pekerjaan itu, maka keberhasilan akan menjadi bagian kita. Mengapa ? karena Tuhan telah melengkapi kita dengan berbagai talenta atau karunia sesuai dengan panggian yang sudah ditetapkanNya untuk kita dan Ia pun beserta kita disaat melakukan hal tersebut. Berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung. Itu adalah janjiNya.
Jika kita menuruti panggilanNya, Ia akan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, yaitu yang memenuhi panggilan sesuai dengan rencanaNya, adalah fakta yang tidak dapat kita ingkari. Berarti, ketika kita menjatuhkan pilihan melakukan sesuatu berdasarkan keinginan hati kita semata, kita tidak akan memperoleh hal-hal yang baik. Mungkin saja kita bekerja dan mendapatkan upah, tetapi hal yang kita peroleh pasti tidak sesuai dengan upah yang seharusnya kita terima sesuai apa yang telah Ia sediakan.
Selain itu juga kita harus pahami, sesulit apapun medan yang kita tekuni jika sesuai kita pasti dapat menghadapi dan menyelesaikan segala sesuatunya dengan baik. Lain halnya dengan medan yang menjadi pilihan kita sendiri, mungkin awalnya kita merasa senang tetapi lama kelamaan kita akan merasa sulit menjalaninya. Bahkan sangat besar kemungkinan kita menyerah ditengah jalan. Inilan konsekuensi kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendakNya. Karena rancanganNya merupakan satu-satunya yang terbaik bagi kita, masa depan kita dan orang-orang disekitar kita. Kalau saat pekerjaan yang kita tekuni terasa seperti beban yang menekan saja, segera instropeksi diri. Tidak menutup kemungkinan jalan kita bersebrangan dengan tujuan hidup kita.
Jadi, bagaimana sekarang panggilan ataukan pilihan? Semua tergantung pada pribadi kita masing-masing. Jangan penah ragu untuk bertanya kepadaNya. Selalu berusaha sungguh-sungguh agar kita mengetahui mana yang terbaik bagi hidup kita masing-masing agar kelak kia mendapatkan keberhasilan yang sesungguhnya. Karena keberhasilan seharusnya adalah milik kita semua. Melangkahlah berdasarkan panggilanNya, sebab itu yang terbaik dalam hidup kita.

PENGARUH BURUK DIJAUHI ATAU DIDEKATKAN?

Berteman dengan siapa saja tanpa memandang bulu, sudah pasti itu harus kita lakukan agar kita lebih dihargi dan kita juga memiliki banyak teman karena sikap dan perilaku kita. Tuhan juga mengajarkan kita untuk mengasihi semua orang tanpa pilih-pilih. Tapi bagaimana dengan teman yang ternyata lebih banyak membawa pengaruh buruk kepada kita ? Apakah kita harus terus berteman dengan dia atau menjauhinya ?.
Sebagai contoh, ada dua orang bersahabat baik yaitu Gavel dan Shene. Shene sedang mengalami suatu permasalahan. Apalagi masalahnya kali ini cukup sensitif, soal percintaan. Namun sayang, gavel bukannya memberikan nasehat yang benar kepada shene, malah ia menyarankan hal-hal yang buruk. Ia tahu persis, shene yang labil pasti akan menerima saran buruk dari gavel. Sayangnya, shene yang tahu bahwa nasehat gavel sebetulnya tidak baik untuk dirinya, ternyata lebih suka menuruti perkataan sahabatnya itu guna mewujudkan keinginannya.
Teman-teman, seringkali ketika kita tahu sahabat atau teman kita ini lebih banyak memberikan pengaruh yang buruk kepada kita ketimbang memberikan pengaruh yang baik, kita cenderung sulit untuk menolaknya. Kita cenderung takut dianggap tidak setia kawan, bahkan takut dijauhi teman, bahkan sampai takut jikalau kita tidak mempunyai teman lagi. Padahal, kita menyadari persis bahwa itu tidak baik buat kita lakukan dan harus segera kita mengakhirinya tetapi kita tetap saja mengikutinya.
Hari-hari ini kita sedang diajarkan untuk peka terhadap hubungan yang kita bangun atau kita jalankan. Apakah itu mengganggu dan membuat kita tidak sehat dalam berfikir maupun berbuat, ataukah sebaliknya dapat membangun pribadi kita. Kalau kita dihadapkan pada kenyataan hubungan tersebut yang berdampak buruk bagi kita, kita harus lebih banyak endekatkan diri kepada Tuhan dan meminta pertolongan kepadaNya untuk dapat bias mengakhiri semuanya itu tanpa harus melukai. Kalaupun pada akhirnya kita harus mengakhiri semuanya sebab tidak mungkin dipertahankan dn kita menerima kritikan, kita harus siap mungkin itu adalah resiko yang harus kita tanggung. Kita tidak perlu takut akan tidak mempunyai teman lagi, kita harus terus optimis dan yakin masih banyak teman diluar sana yang jauh lebih baik sekali daripada sahabat kita itu karena Tuhan telah menyediakan semuanya. Membangun hubungan yang selaras adalah hal yang terpenting bagi kita.
Ketika harus memutuskan semua hubungan yang tidah sehat dalam hidup kita, mungkin kita akan merasa kehilangan ataupun menyesal. Marilah mulai dari hari ini, berteman dan bersahabat dengan seseorang yang dapat membangun dan memberikan jalan yang terbaik untuk kita bukan teman yang ingin menjatuhkan kita semakin dalam. Tetapi kita percayalah, keputusan karena melakukan hal yang terbaik pasti akan mendatangkan kebaikan.